Beranda Sejarah Sejarah Indonesia Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia || materi sejarah indonesia kelas 11 semester1

Potingan Terkait

Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia || materi sejarah indonesia kelas 11 semester1

KOLONIALISME DAN IMPERALISME DI INDONESIA
A. Kedatangan Bangsa Barat
1. Latar Belakang Kedatangan Bangsa barat
a. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Pada masa raisans, di wilayah Eropa mengalami perkembangan ilmu dan teknologi yang cukup pesat, sehingga memunculkan gairah untuk mengamati dunia. Dari hasil pengamatan tersebut muncul teori-teori tentang dunia ini sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti teori Nicolaus Copernicus (bumi itu bulat), penemuan Galileo Galilei (pencipta teleskop), Sir Issac Newton (pencetus gravitasi bumi).
b. Semboyang Gold, Glory dan Gospel
Gold: memburu kekayaan dan keuntungan dengan mencari dan mengumpulkan emas, perak dan bahan tambang serta bahan-bahan lain yang sangat berharga. Waktu itu yang dituju terutama Guinea dan rempah-rempah dari Timur
Glory: memburu kejayaan, superioritas, dan kekuasaan. Dalam kaitan ini mereka saling bersaing dan ingin berkuasa di dunia baru yang ditemukannya.
Gospel: menjalankan tugas suci untuk menyebarkan agama. Pada mulanya orang-orang Eropa ingin mencari dan bertemu Prester John yang mereka yakini sebagai Raja Kristen yang berkuasa di Timur;
c. Rempah-Rempah
Rempah-rempah merupakan barang yang sangat menjadi primadona bagi masyarakat Eropa. Namun, karena jatuhnya Konstatinopel di wilayah Laut Tengah ke tangan Turki Usmani membuat harga rempah-rempah melambung tinggi, sehingga mendorong bangsa Eropa mencari sumber rempah-rempah. Rempah-rempah yang banyak dibutuhkan oleh bangsa barat diantara adalah cengkih, pala, bunga pala, dan pala yang banyak ditemukan di Indonesia.
2. Kedatangan Bangsa Barat di Indonesia
a. Spanyol
Orang-orang Spanyol dapat dikatakan sebagai pelopor dalam pelayaran dan penjelajahan samudra mencari daerah baru penghasil rempah-rempah di timur (disebut Tanah Hindia). Mereka diprakarsai oleh Christhoper Columbus. Sebelum berangkat Columbus menghadap kepada Ratu Isabella untuk mendapat dukungan termasuk fasilitas. Ratu Isabella mengizinkan dan menyediakan tiga kapal dengan segala perlengkapannya. Ratu Isabella juga menyediakan hadiah apabila misi Columbus dapat berhasil. Atas dasar keyakinan bahwa bumi itu bulat maka Columbus dengan rombongannya optimis berhasil menemukan daerah baru di timur. Pada tanggal 3 Agustus 1492, Columbus berangkat dari pelabuhaan Spanyol berlayar menuju arah barat. Pada tanggal 6 September tahun yang sama, rombongan Columbus sampai di Kepulauan Kanari di sebelah barat Afrika. Ekspedisi penjelajahan samudra dilanjutkan dengan mengarungi lautan luas yang dikenal ganas, yakni Samudra Atlantik. Salah satu kapalnya rusak. Para anggota ekspedisi hampir putus asa. Namun Columbus terus memberi semangat bagi anggota rombongannya. Setelah sekitar satu bulan lebih berlayar, tanggal 12 Oktober 1492 rombongan Columbus berhasil mendarat di pantai bagian dari Kepulauan Bahama. Columbus mengira bahwa ekspedisinya ini sudah sampai di Tanah Hindia. Oleh karena itu, penduduk yang menempati daerah itu disebut orang-orang Indian. Tempat mendarat Colombus ini kemudian dinamakan San Salvador. Berikutnya rombongan Columbus kembali berlayar dan mendarat di Haiti. Merasa ekspedisinya telah berhasil maka rombongan Columbus bertolak kembali ke Spanyol untuk melapor kepada Ratu Isabella. Tahun 1493 Columbus sampai kembali di Spanyol. Kedatangan Columbus dan
rombongan disambut dengan suka cita. Bahkan dengan keberhasilannya mendarat di Kepulauan Bahama dan Haiti, Columbus diakui sebagai penemu daerah baru yakni Benua Amerika.
Keberhasilan pelayaran Columbus menemukan daerah baru telah mendorong para pelaut lain untuk melanjutkan penjelajahan samudra ke timur. Apalagi Columbus belum berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah. Berangkatlah ekspedisi yang dipimpin oleh Magellan/Magalhaes atau umum menyebut Magelhaens. Ia juga disertai oleh seorang kapten kapal yang bernama Yan Sebastian del Cano. Berdasarkan catatan-catatan yang telah dikumpulkan Columbus, Magellan mengambil jalur yang mirip dilayari Columbus. Setelah terus berlayar Magellan beserta rombongan mendarat di ujung selatan benua yang ditemukan Columbus (Amerika). Di tempat ini terdapat selat yang agak sempit yang kemudian dinamakan Selat Magellan. Melalui selat ini rombongan Magellan terus berlayar meninggalkan Samudra Atlantik dan memasuki Samudra Pasifik dengan lautan yang relatif tenang. Setelah sekitar tiga bulan lebih rombongan Magellan berlayar akhirnya pada Maret 1521 Magellan mendarat di Pulau Guam. Rombongan Magellan kemudian melanjutkan penjelajahannya dan pada April 1521 sampai di Kepulauan Massava atau kemudian dikenal dengan Filipina. Magellan menyatakan bahwa daerah yang ditemukan ini sebagai koloni Spanyol.
Tindakan Magellan dan rombongan ini mendapat tantangan penduduk setempat (orang-orang Mactan). Terjadilah pertempuran antara kedua belah pihak. Dalam pertempuran dengan penduduk setempat itu rombongan Magellan terdesak bahkan Magellan sendiri terbunuh. Rombongan Magellan yang selamat segera meninggalkan Filipina. Mereka di bawah pimpinan Sebastian del Cano terus berlayar ke arah selatan. Pada tahun 1521 itu juga mereka sampai di Kepulauan Maluku yang ternyata tempat penghasil rempah-rempah. Tanpa berpikir panjang kapal-kapal rombongan del Cano ini dipenuhi dengan rempah-rempah dan terus bertolak kembali ke Spanyol. Dikisahkan bahwa atas petunjuk pemandu orang Indonesia kapal-kapal rombongan del Cano ini berlayar menuju ke arah barat, sehingga melewati Tanjung Harapan di Afrika Selatan dan diteruskan menuju Spanyol. Dengan penjelajahan dan pelayaran yang dipimpin oleh Magellan itu maka sering disebut-sebut bahwa tokoh yang berhasil mengelilingi dunia pertama kali adalah Magellan.
Dalam kaitannya dengan pelayaran dan penjelajahan samudra itu ada pendapat yang menarik dari Menzies, seorang perwira angkatan laut Inggris. Ia menegaskan bahwa yang berhasil mengelilingi dunia pertama kali adalah armada Cina yang dipimpin oleh Panglima Zheng He (Cheng Ho) pada tahun 1421. Zheng He adalah seorang kasim kepercayaan Kaisar Cina dari Dinasti Ming yang bernama Zhu Di atau Yong Le. Dijelaskan oleh Menzies bahwa Zheng He bersama armadanya telah berlayar mengelilingi dunia dengan berpedoman pada peta-peta kuna yang dibuat oleh para kartografer Cina dan juga beberapa peta yang dibuat misalnya oleh Fra Mauro (orang Italia), dan yang dibuat oleh Piri Reis (orang Turki).
b. Portugis
Berita keberhasilan Columbus menemukan daerah baru, membuat penasaran raja Portugis
(sekarang terkenal dengan sebutan Portugal), Manuel l. Dipanggillah pelaut ulung Portugis
bernama Vasco da Gama untuk melakukan ekspedisi menjelajahi samudra mencari Tanah
Hindia. Vasco da Gama mencari jalan lain agar lebih cepat sampai di Tanah Hindia tempat
penghasil rempah-rempah. Kebetulan sebelum Vasco da Gama mendapatkan perintah dari Raja Manuel l, sudah ada pelaut Portugis bernama Bartholomeus Diaz melakukan pelayaran
mencari daerah Timur dengan menelusuri pantai barat Afrika. Pada tahun 1488 karena serangan ombak besar terpaksa Bartholomeus Diaz mendarat di suatu Ujung Selatan Benua Afrika. Tempat tersebut kemudian dinamakan Tanjung Harapan. Ia tidak melanjutkan penjelajahannya tetapi memilih bertolak kembali ke negerinya.
Pada Juli 1497 Vasco da Gama berangkat dari pelabuhan Lisabon untuk memulai penjelajahan. Berdasarkan pengalaman Bartholomeus Diaz itu, Vasco da Gama juga berlayar mengambil rute yang pernah dilayari Bartholomeus Diaz. Rombongan Vasco da Gama juga singgah di Tanjung Harapan. Atas petunjuk dari pelaut bangsa Moor yang telah disewanya, rombongan Vasco da Gama melanjutkan penjelajahan, berlayar menelusuri pantai timur Afrika kemudian berbelok ke kanan untuk mengarungi Lautan Hindia (Samudra Indonesia).
Pada tahun 1498 rombongan Vasco da Gama mendarat sampai di Kalikut dan juga Goa di pantai barat India. Ada pemandangan yang menarik dari kedatangan rombongan Vasco da Gama ini. Mereka ternyata sudah menyiapkan patok batu yang disebut batu padrao. Batu ini sudah diberi pahatan lambang bola dunia. Setiap daerah yang disinggahi kemudian dipasang patok batu padrao sebagai tanda bahwa daerah yang ditemukan itu milik Portugis. Bahkan di Goa Vasco da Gama berhasil mendirikan kantor dagang yang dilengkapi dengan benteng. Atas kesuksesan ekspedisi ini maka oleh Raja Portugis, Vasco da Gama diangkat sebagai penguasa di Goa atas nama pemerintahan Portugis.
Setelah beberapa tahun tinggal di India, orang-orang Portugis menyadari bahwa India ternyata bukan daerah penghasil rempah-rempah. Mereka mendengar bahwa Malaka merupakan kota pusat perdagangan rempahrempah. Oleh karena itu, dipersiapkan ekspedisi lanjutan di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque. Dengan armada lengkap Alfonso de Albuquerque berangkat untuk menguasai Malaka. Pada tahun 1511 armada Portugis berhasil menguasai Malaka. Dengan demikian kekuatan Portugis semakin mendekati Kepulauan Nusantara. Orang-orang Portugis pun segera mengetahui tempat buruannya “mutiara dari timur” yakni di Kepulauan Nusantara, khususnya di Kepulauan Maluku.
Perlu ditambahkan bahwa dengan dikuasainya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 telah menyebabkan perdagangan orang-orang Islam menjadi terdesak. Para pedagang Islam tidak lagi bisa berdagang dan keluar masuk kawasan Selat Malaka, karena Portugis melakukan monopoli perdagangan. Akibatnya para pedagang Islam harus menyingkir ke daerah-daerah lain. Tindakan Portugis yang memaksakan monopoli dalam perdagangan itu telah mendapatkan protes dan perlawanan dari berbagai pihak. Sebagai contoh pada tahun 1512 terjadi perlawanan yang dilancarkan seorang pemuka masyarakat yang bernama Pate Kadir (Katir). Pate Kadir merupakan tokoh masyarakat yang sangat pemberani. Ia melancarkan perlawanan terhadap keserakahan Portugis di Malaka. Dalam melancarkan perlawanan ini Kadir berhasil menjalin persekutuan dengan Hang Nadim. Perlawanan Pate Kadir terjadi di laut dan kemudian menyerang pusat kota. Tetapi ternyata dengan kekuatan senjata yang lebih unggul, pasukan Kadir dapat dipukul mundur. Kadir semakin terdesak dan kemudian berhasil meloloskan diri sampai ke Jepara dan selanjutnya ke Demak.
Tindak monopoli yang dipaksakan Portugis juga mendapatkan protes dari penguasa Kerajaan Demak. Demak telah menyiapkan pasukan untuk melancarkan perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Pasukan Demak ini dipimpin oleh putera mahkota, Pati Unus. Pasukan Demak ini semakin kuat setelah bergabungnya Pate Kadir dan pengikutnya. Tahun 1513 pasukan Demak yang berkekuatan 100 perahu dan ribuan prajurit mulai melancarkan
serangan ke Malaka. Tetapi dalam kenyataannya kekuatan pasukan Demak dan pengikut Kadir belum mampu menandingi kekuatan Portugis, sehingga serangan Demak ini juga belum berhasil. Posisi Portugis menjadi semakin kuat. Portugis terus berusaha memperluas monopolinya, sampai kemudian sampai ke Indonesia.
c. Belanda
Mendengar keberhasilan orang-orang Spanyol dan juga Portugis dalam menemukan daerah baru, apalagi daerah penghasil rempah-rempah, para pelaut dan pedagang Belanda tidak mau ketinggalan. Tahun 1594 Barents mencoba berlayar untuk mencari dunia Timur atau Tanah Hindia melalui daerah kutub utara. Karena keyakinannya bahwa bumi bulat maka sekalipun dari utara atau barat akan sampai pula di timur. Ternyata Barents tidak begitu mengenal medan. Ia gagal melanjutkan penjelajahannya karena kapalnya terjepit es mengingat air di kutub utara sedang membeku. Barents terhenti di sebuah pulau yang disebut Novaya Zemlya. Ia berusaha kembali ke negerinya, tetapi ia meninggal di perjalanan.
Pada tahun 1595 pelaut Belanda yang lain yakni Cornelis de Houtmandan Piter de Keyser memulai pelayaran. Kedua pelaut ini bersama armadanya dengan kekuatan empat kapal dan 249 awak kapal beserta 64 pucuk meriam melakukan pelayaran dan penjelajahan samudra untuk mencari tanah Hindia yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah. Cornelis de Houtman mengambil jalur laut yang sudah biasa dilalui orang-orang Portugis. Tahun 1596 Cornelis de Houtman beserta amadanya berhasil mencapai Kepulauan Nusantara. Ia dan rombongan mendarat di Banten. Sesuai dengan niatnya untuk berdagang maka kehadiran Cornelis de Houtman diterima baik oleh rakyat. Waktu itu di Kerajaan Banten bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdulkadir. Dengan melihat pelabuhan Banten yang begitu strategis dan adanya hasil tanaman rempah-rempah di wilayah itu Cornelis de Houtman berambisi untuk memonopoli perdagangan di Banten. Dengan kesombongan dan kadang-kadang berlaku kasar, orangorang Belanda memaksakan kehendaknya. Hal ini tidak dapat diterima oleh rakyat dan penguasa Banten. Oleh karena itu, rakyat mulai membenci bahkan kemudian mengusir orang-orang Belanda itu. Cornelis de Houtman dan armadanya segera meninggalkan Banten dan akhirnya kembali ke Belanda.
Ekspedisi penjelajahan berikutnya segera dipersiapkan untuk kembali menuju Kepulauan Nusantara. Rombongan kali ini dipimpin antara lain oleh van Heemskerck. Tahun 1598 van Heemskerck dengan armadanya sampai di Nusantara dan juga mendarat di Banten. Heemskerck dan anggotanya bersikap hati-hati dan lebih bersahabat. Rakyat Banten pun kembali menerima kedatangan orang-orang Belanda. Belanda mulai melakukan aktivitas perdagangan. Kapal-kapal mereka mulai berlayar ke timur dan singgah di Tuban. Dari Tuban pelayaran dilanjutkan ke timur menuju Maluku. Di bawah pimpinan Jacob van Neck  mereka sampai di Maluku pada tahun 1599. Kedatangan orang-orang Belanda ini juga diterima baik oleh rakyat Maluku. Kebetulan waktu itu Maluku sedang konflik dengan orang-orang
Portugis. Pelayaran dan perdagangan orang-orang Belanda di Maluku ini mendapatkan keuntungan yang berlipat. Dengan demikian semakin banyak kapal-kapal dagang yang berlayar menuju Maluku.
d. Inggris
Perlu dipahami bahwa setelah Portugis berhasil menemukan kepulauan Maluku, perdagangan rempah-rempah semakin meluas. Dalam waktu singkat Lisabon berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Eropa Barat. Dalam kaitan ini Inggris dapat mengambil keuntungan besar dalam perdagangan rempah-rempah karena Inggris mendapatkan rempahrempah secara bebas dan relatif murah di Lisabon. Rempah-rempah itu kemudian diperdagangkan di daerah-daerah Eropa Barat bahkan sampai di Eropa Utara. Tetapi karena Inggris terlibat konflik dengan Portugis sebagai bagian dari Perang 80 Tahun, maka Inggris mulai mengalami kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah dari pasar Lisabon. Oleh karena itu, Inggris kemudian berusaha mencari sendiri negeri penghasil rempah-rempah. Banyak anggota masyarakat, para pelaut dan pedagang yang tidak melibatkan diri dalam perang justru mengadakan pelayaran dan penjelajahan samudra untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah. Dalam pelayarannya ke dunia Timur untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah, Inggris sampai ke India. Para pelaut dan pedagang Inggris ini masuk ke India pada tahun 1600. Inggris justru memperkuat kedudukannya di India. Inggris membentuk kongsi dagang yang diberi nama East India Company (EIC). Dari India inilah para pelaut dan pedagang Inggris berlayar ke Kepulauan Nusantara untuk meramaikan perdagangan rempahrempah. Bahkan pada tahun 1811 pernah memegang kendali kekuasaan di Tanah
Hindia.
Di samping ekspedisi tersebut, ada beberapa rombongan pelaut Inggris yang melewati jalur yang pernah ditempuh para pelaut Spanyol. Misalnya kelompok Pelgrim Father yang merupakan kelompok pelaut Inggris yang menggunakan Kapal Mayflower. Tahun 1607 kelompok Pilgrim Father berhasil mendarat di Amerika bagian Utara. Mereka kemudian membangun koloni di Amerika Utara di Massachusetts.
B. Kekuasaan VOC
1. Lahirnya VOC
Pada tanggal 20 Maret 1602, Belanda membentuk organisasi perdagangan dengan nama Ost Indische Compagnie (VOC).
Tujuan dibentuknya VOC yaitu :
– Menghindari persaingan dengan para pedagang Belanda sendiri.
– Membantu kuangan pemerintah Belanda.
– Menyaingi kongsi dagang lain.
– Memonopoli perdagangan.
– Menjalankan pemerintahan di Hindia Timur.
VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (Heeren Zeventien). Mereka terdiri dari delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini berkedudukan di Amsterdam.
VOC diberikan hak oktroi oleh pemerintah Belanda, yaitu :
– Hak mencetak uang.
– Hak membentuk angkatan perang.
– Hak melakukan perang.
– Hak memerintah daerah yang diduduki.
– Hak melakukan perjanjian dengan raja setempat.
– Hak memonopoli perdagangan rempah-rempah.
– Hak atas pengadilan.
– Hak mencetak mata uang sendiri.
– Hak mengangkat pegawai sendiri.
Dengan hak oktroi tersebut, VOC mengalami kemajuan pesat. Hingga mampu mengusir kekuasan Portugis di wilayah timur dan menerapkan beberapa kebijakan di Maluku.
– Hongi Tochten (Pelayaran Hongi) : pengawasan perdagangan dengan angkatan.
– Ekstirpasi : menebang pohon rempah-rempah.
– Contingenten : kewajiban rakyat membayar pajak hasil bumi.
2. Gubernur Jendral VOC
Dikarenakan semakin luasnya wilayah kekuasaan VOC, membuat Heeren Zeventien kusilitan dalam mengurus keorganisasian. Akhirnya, Heeren Zeventien menunjuk seorang gubernur jendral untuk mengendalikan wilayah kekuasaan VOC.
a. Pieter Both
Tindakan yang dilakukan :
– Mendirikan pos perdagangan di Banten dan Maluku.
– Memasuki wilayah Jayakarta.
– Membeli tanah di Jayakarta yang menjadi cikal bakal Kota Batavia.
– Mengadakan perjanjian dan berusaha memengaruhi penguasa Maluku.
b. Gerard Reyenst
Hanya satu tahun menjadi gubernur jendral VOC.
c. Laurents Reael
Berkuasa selama empat tahun dan berhasil membangun gedung Mauritius.
d. J.P. Coen
Tindakan yang dilakukan :
– Merebut Jayakarta dari kekuasaan Banten.
– Membangun kota baru dengan nama Batavia.
– Melakukan politik adu domba (devide et impera).
– Memaksa Sultan Hasanudin menandatangani perjanjian Bongaya.
– Membangun benteng pertahanan.
3. Kebangkrutan VOC
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan. Karen wilayah  kekuasaan VOC yang sangat luas malah menambah permasalahan karena sulitnya pengawasan. Kemudian parlemen Belanda mengeluarkan undang-undang yang menetapkan Raja Willem IV sebagai pemimin tertinggi VOC. Adapun akibat dari perubahan sistem ini yaitu :
– Pengurus VOC lebih dekat dengan raja daripada pemegang saham.
– VOC terlilit banyak hutang.
– Besarnya pengeluaran untuk biaya perang.
– Pejabat yang berfoya-foya.
– Pengurus VOC menerapkan feodalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan.
– Tindak korupsi merajalela.
Akibat kemunduran ini, VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799.
C. Penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda
1. Masa pemerintahan Republik Bataaf
Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yang menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi Perancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan. Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancis menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yang dinamakan Republik Bataaf (1795-1806).
Sebagai pemimpin Republik Bataaf adalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte. Sementara itu dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para penguasa di negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dengan mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795, kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggris juga memperkuat armadanya untuk melakukan blokade terhadap Batavia.
a. Pemerintahan Daendels
Kebijakan Daendeles :
1> Bidang Ekonomi
– Mengeluarkan uang kertas.
– Membentuk Dewan Pengawas Keuangan (DPK).
– Menjual tanah kepada pihak swasta.
– Memungut pajak-pajak swasta dan penyerahan wajib hasil bumi.
– Adanya Preanger Stelsel (menam kopi).
2> Bidang Pemerintahan
– Membentuk sekretariat negara.
– Membentuk kantor pengadilan di Batavia.
– Memindahkan pusat pemerintahan ke Menteng.
– Mengganti raja-raja yang dianggap menghalangi Belanda.
– Merombak sistem foedal dengan pemerintahan Barat Modern.
– Membagi Pulau Jawa menjadi 9 perfektur dan 31 kabupaten.
3> Bidang Pertahanan dan Keamanan
– Memperbanyak jumlah pasukan.
– Membangun jalan raya dari Anyer-Panarukan.
– Membangun kembali armada pertahanan di Surabaya dan Batavia.
4> Bidang Peradilan
– Membagi tiga jenis peradilan, yaitu untuk orang Eropa dan Belanda, Orang timur asing, dan pribumi.
– Membuat peraturan pemberantasan korupsi.
b. Pemerintahan Janssen
Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan oleh Jan Willem Janssen. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan
Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811. Janssen mencoba memperbaiki keadaan yang telah ditinggalkan Daendels.
Namun harus diingat bahwa beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa. Raffles segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa. Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang.
Pada Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles telah muncul di perairan sekitar Batavia. Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia jatuh ke tangan Inggris. Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung dengan Legiun Mangkunegara dan prajuritprajurit dari Yogyakarta serta Surakarta. Namun pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur Janssen beserta pasukannya. Janssen kemudian mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang. Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811.
Isi Kapitulasi tuntang yaitu :
– Pulau Jawa dan daerah sekitarnya diserahkan kepada Inggris.
– Tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
– Orang-orang Belanda dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
– Hutang Belanda bukan tanggungan Inggris.
2. Pendudukan Inggris di Indonesia (1811-1816)
Tanggal 18 September 1811 adalah tanggal dimulainya kekuasaan Inggris di Hindia. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles sebagai penguasanya. Pusat pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia, Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan. Dalam
rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip.
– Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat.
– Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.
– Atas dasar pandangan bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap
sebagai penyewa.
Berangkat dari tiga prinsip itu Raffles melakukan beberapa langkah, baik yang menyangkut bidang politik pemerintahan maupun bidang sosial ekonomi.
a. Kebijakan dalam bidang pemerintahan
Dalam menjalankan tugas di Hindia, Raffles didampingi oleh para penasihat yang terdiri atas: Gillespie, Mutinghe, dan Crassen. Secara geopolitik, Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan dan mempertahankan keberlangsungan kekuasaan Inggris, Raffles mengambil strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang sekiranya membenci Belanda. Strategi ini sekaligus sebagai upaya mempercepat penguasaan Pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai Kepulauan Nusantara. Sebagai realisasinya, Raffles berhasil menjalin hubungan dengan raja-raja di Jawa dan Palembang untuk mengusir Belanda dari Hindia. Tetapi nampaknya Raffles tidak tahu balas budi. Setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, Raffles mulai tidak simpati terhadap tokoh-tokoh yang membantunya. Sebagai contoh dengan apa yang terjadi pada Raja Palembang, Baharuddin. Raja Baharuddin termasuk raja yang banyak jasanya terhadap Raffles dalam mengenyahkan Belanda dari Nusantara, tetapi justru Raffles ikut mendukung usaha Najamuddin untuk menggulingkan Raja Baharuddin.
Pada waktu Raffles berkuasa, konflik di lingkungan istana Kasultanan Yogyakarta nampaknya belum surut. Sultan Sepuh yang pernah dipecat oleh Daendels, menyatakan diri kembali sebagai Sultan Hamengkubuwana II dan Sultan Raja dikembalikan pada kedudukannya
sebagai putera mahkota. Tetapi nampaknya Sultan Raja tidak puas dengan tindakan ayahandanya, Hamengkubuwana II. Melalui seorang perantara bernama Babah Jien Sing, Sultan Raja berkirim surat kepada Raffles. Surat itu isinya melaporkan bahwa di bawah pemerintahan Hamengkubuwana II, Yogyakarta menjadi kacau. Dengan membaca isi surat dari Sultan Raja itu, Raffles menyimpulkan bahwa Sultan Hamengkubuwana II seorang yang keras dan tidak mungkin diajak kerja sama bahkan bisa jadi akan menjadi duri dalam pemerintahan Raffles di tanah Jawa. Oleh karena itu, Raffles segera mengirim pasukan di bawah pimpinan Kolonel Gillespie untuk menyerang Keraton Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengkubuwana II turun dari tahta. Sultan Hamengkubuwana II berhasil diturunkan dan Sultan Raja dikembalikan sebagai Sultan Hamengkubuwana III.
Sebagai imbalannya Hamengkubuwana III harus menandatangani kontrak bersama Inggris. Isi politik kontrak itu antara lain sebagai berikut.
1. Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan Hamengkubuwana III, dan Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Paku Alam I.
2. Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya Pangeran Mangkudiningrat diasingkan ke Penang.
3. Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.
b. Tindakan dalam bidang ekonomi
Raffles tidak ubahnya Daendels, bisa dikatakan adalah tokoh pembaru dalam menata tanah jajahan. Pandangannya di bidang ekonomi juga cukup revolusioner.
Yang jelas Raffles telah melakukan beberapa tindakan untuk memajukan perekonomian di Hindia. Tetapi program itu tujuan utamanya untuk meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial. Beberapa kebijakan dan tindakan yang dijalankan Raffles antara lain sebagai berikut.
1. Pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah (land rent) yang
kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian
uang.
2. Penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi.
3. Penghapusan kerja rodi dan perbudakan.
4. Penghapusan sistem monopoli.
5. Peletakan desa sebagai unit administrasi penjajahan.
Kebijakan dan program land rent yang dicanangkan Raffles tersebut tidak terlepas dari pandangannya mengenai tanah sebagai faktor produksi. Menurut Raffles, pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah. Dengan demikian sudah sewajarnya apabila penduduk Jawa menjadi penyewa dengan membayar pajak sewa tanah dari tanah yang diolahnya. Pajak dipungut perorangan. Jumlah pungutannya disesuaikan dengan jenis dan produksi tanah. Tanah yang paling produktif akan membayar pajak sekitar 1/2 dari hasil dan tanah yang paling tidak produktif hanya 1/4 dari hasil. Kalau dirata-rata setiap wajib pajak itu akan menyerahkan sekitar 2/5 dari hasil. Setelah itu petani bebas menggunakan sisanya. Pajak yang dibayarkan penduduk diharapkan berupa uang. Tetapi kalau terpaksa tidak berupa uang dapat juga dibayar dengan barang lain misalnya beras. Kalau dibayar dengan uang, diserahkan kepada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen. Tetapi kalau dengan beras yang bersangkutan harus mengirimnya ke kantor residen setempat atas biaya
sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ulah pimpinan setempat yang sering memotong/mengurangi penyerahan hasil panen itu. Kita tahu bahwa para pimpinan atau pejabat Pribumi sudah dialihfungsikan menjadi pegawai pemerintah yang digaji.
Pelaksanaan sistem land rent itu diharapkan dapat lebih mengembangkan sistem ekonomi uang di Hindia. Kemudian ditempatkannya desa sebagai unit administrasi pelaksanaan pemerintah, dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Kalau desa berkembang maka produksi juga akan meningkat, hidup rakyat bertambah baik, sehingga hasil penarikan pajak tanah juga akan bertambah besar. Raffles juga ingin memberikan kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia, seperti kopi, tebu, dan nila.
Raffles memang orang yang berpandangan maju. Ia ingin memperbaiki tanah jajahan, termasuk ingin meningkatkan kemakmuran rakyat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan menghadapi berbagai kendala. Budaya dan kebiasaan petani sulit diubah, pengawasan pemerintah kurang, dalam mengatur rakyat peran kepala desa dan bupati lebih kuat dari pada asisten residen yang berasal dari orang-orang Eropa. Raffles juga sulit melepaskan kultur sebagai penjajah. Kerja rodi, perbudakan dan juga monopoli masih juga dilaksanakan. Misalnya kerja rodi untuk pembuatan dan perbaikan jalan ataupun jembatan, dan melakukan monopoli garam. Secara umum Raffles boleh dikatakan kurang berhasil untuk mengendalikan tanah jajahan sesuai dengan idenya. Pemerintah Inggris tidak mendapat keuntungan yang berarti. Sementara rakyat juga tetap menderita.
3. Pemerintahan Kolonial Belanda
Tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pemerintah Inggris sebenarnya telah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles. Tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris harus mengembalikan tanah jajahan di Hindia kepada Belanda. Dengan demikian pada tahun 1816 Kepulauan Nusantara kembali dikuasai oleh Belanda. Sejak itu dimulailah Pemerintahan Kolonial Belanda.
a. Jalan tengah bersama Komisaris Jenderal
Setelah kembali ke tangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan baru yang diberi nama Komisaris Jenderal. Komisaris Jenderal ini dibentuk oleh Pangeran Willem VI yang terdiri atas tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout (ketua), Arnold Ardiaan Buyskes (anggota), dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen (anggota). Sebagai rambu-rambu pelaksanaan pemerintahan di negeri jajahan Pangeran Willem VI mengeluarkan Undang- Undang Pemerintah untuk negeri jajahan (Regerings Reglement) pada tahun 1815. Salah satu pasal dari undang-undang tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas. Hal ini menunjukkan bahwa ada relevansi dengan keinginan kaum liberal sebagaimana diusulkan oleh Dirk van Hogendorp. Berbekal ketentuan dalam undang-undang tersebut ketiga anggota Komisaris Jenderal itu berangkat ke Hindia Belanda. Ketiganya sepakat untuk mengadopsi beberapa kebijakan yang pernah diterapkan oleh Raffles. Mereka sampai di Batavia pada 27 April 1816. Ketika melihat kenyataan di lapangan, Ketiga Komisaris Jenderal itu bimbang untuk menerapkan prinsipprinsip liberalisme dalam mengelola tanah jajahan di Nusantara. Hindia dalam keadaan terus merosot dan pemerintah mengalami kerugian. Kas negara di
Belanda dalam keadaan menipis. Mereka sadar bahwa tugas mereka harus dilaksanakan secepatnya untuk dapat mengatasi persoalan ekonomi baik di Tanah Jajahan maupun di Negeri Induk. Sementara itu perdebatan antar kaum liberal dan kaum konservatif terkait dengan pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya belum mencapai titik temu. Kaum liberal berkeyakinan bahwa pengelolaan negeri jajahan akan mendatangkan keuntungan yang besar bila diserahkan kepada swasta, dan rakyat diberi kebebasan dalam menanam. Sedang kelompok konservatif berpendapat pengelolaan tanah jajahan akan menghasilkan keuntungan apabila langsung ditangani pemerintah dengan pengawasan yang ketat. Dengan mempertimbangkan amanat UU Pemerintah dan melihat kenyataan di lapangan serta memperhatikan kaum liberal dan kaum konservatif, Komisaris Jenderal sepakat untuk menerapkan kebijakan jalan tengah. Maksudnya, eksploitasi kekayaan di tanah jajahan langsung ditangani pemerintah Hindia Belanda agar segera mendatangkan keuntungan bagi negeri induk, di samping mengusahakan kebebasan penduduk dan pihak swasta untuk berusaha di tanah jajahan. Tetapi kebijakan jalan tengah ini tidak dapat merubah keadaan. Akhirnya pada tanggal 22 Desember 1818 Pemerintah memberlakukan UU yang menegaskan bahwa penguasa tertinggi di tanah jajahan adalah gubernur jenderal. Van der Capellen kemudian ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal. Ia ingin melanjutkan strategi jalan tengah.
Tetapi kebijakan Van der Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dengan penghapus peran penguasa tradisional (bupati dan para penguasa setempat). Kemudian Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan rakyat. Timbul banyak protes dan mendorong terjadinya perlawanan. Kemudian ia dipanggil pulang dan digantikan oleh Du Bus Gisignies. Ia berkeinginan membangun modal dan meningkatkan ekspor. Tetapi program ini tidak berhasil karena rakyat tetap miskin sehingga tidak mampu menyediakan barang-barang yang diekspor. Yang terjadi justru impor lebih besar dibanding ekspor. Tentu ini sangat merugikan bagi pemerintah Belanda. Kondisi tanah jajahan dalam kondisi krisis, kas negara di negeri induk pun kosong. Hal ini disebabkan dana banyak tersedot untuk pembiayaan perang di tanah jajahan. Sebagai contoh Perang Diponegoro yang baru berjalan satu tahun sudah menguras dana yang luar biasa, sehingga pemerintahan Hindia Belanda dan pemerintah negeri induk mengalami kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi Belanda ini semakin diperberat dengan adanya pemisahan antara Belanda dan Belgia pada tahun 1830.
Dengan pemisahan ini Belanda banyak kehilangan lahan industri sehingga pemasukan negara juga semakin berkurang.
b. Sistem Tanam Paksa
1). Latar Belakang Tanam Paksa
Pemerintah Belanda terus mencari cara bagaimana untuk mengatasi problem ekonomi. Berbagai pendapat mulai dilontarkan oleh para para pemimpin dan tokoh masyarakat. Salah satunya pada tahun 1829 seorang tokoh bernama Johannes Van den Bosch mengajukan kepada raja Belanda usulan yang berkaitan dengan cara melaksanakan politik kolonial Belanda di Hindia. Van den Bosch berpendapat untuk memperbaiki ekonomi, di tanah jajahan harus dilakukan penanaman tanaman yang dapat laku dijual di pasar dunia. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan, maka penanaman dilakukan dengan paksa. Mereka menggunakan konsep daerah jajahan sebagai tempat mengambil keuntungan bagi negeri induk. Seperti dikatakan Baud, Jawa adalah “gabus tempat Nederland mengapung”. Jadi dengan kata lain Jawa dipandang sebagai sapi perahan.
Konsep Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan Cultuurstelsel (Tanam Paksa). Dengan cara ini diharapkan perekonomian Belanda dapat dengan cepat pulih dan semakin meningkat. Bahkan dalam salah satu tulisan Van den Bosch membuat suatu perkiraan bahwa dengan Tanam Paksa, hasil tanaman ekspor dapat ditingkatkan sebanyak kurang lebih f.15. sampai f.20 juta setiap tahun. Van den Bosch menyatakan bahwa cara paksaan seperti yang pernah dilakukan VOC adalah cara yang terbaik untuk memperoleh tanaman ekspor untuk pasaran Eropa. Dengan membawa dan memperdagangkan hasil tanaman sebanyak-banyaknya ke Eropa, maka akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar.
2) Ketentuan Tanam Paksa
Raja Willem tertarik serta setuju dengan usulan dan perkiraan Van den Bosch tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal baru di Jawa. Setelah sampai di Jawa Van den Bosch segera mencanangkan sistem dan program Tanam Paksa. Secara umum Tanam Paksa mewajibkan para petani untuk menanam tanaman-tanaman yang dapat diekspor di pasaran dunia. Jenis tanaman itu di samping kopi juga antara lain tembakau, tebu, dan nila. Rakyat kemudian diwajibkan membayar pajak dalam bentuk barang sesuai dengan hasil tanaman yang ditanam petani. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Ketentuan-ketentuan itu antara lain
sebagai berikut.
1. Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Tanah yang disediakan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan dikembalikan kepada rakyat.
6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi tanggungan pemerintah.
7. Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedang pegawai-pegawai Eropa melakukan pengawasan secara umum.
8. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun. Menurut apa yang tertulis di dalam ketentuan-ketentuan tersebut di atas, tampaknya tidak terlalu memberatkan rakyat. Bahkan pada prinsipnya rakyat boleh mengajukan keberatan-keberatan apabila memang tidak dapat
melaksanakan sesuai dengan ketentuan. Ini artinya ketentuan Tanam Paksa itu masih memperhatikan martabat dan nilai-nilai kemanusiaan.
3) Pelaksanaan Tanam Paksa
Menurut Van den Bosch, pelaksanaan sistem Tanam Paksa harus menggunakan organisasi desa. Oleh karena itu, diperlukan faktor penggerak, yakni lembaga organisasi dan tradisi desa yang dipimpin oleh kepala desa. Berkaitan dengan itu pengerahan tenaga kerja melalui kegiatan seperti sambatan, gotong royong maupun gugur gunung, merupakan usaha yang tepat untuk dilaksanakan. Dalam hal ini peran kepala desa sangat sentral. Kepala desa di samping sebagai penggerak para petani, juga sebagai penghubung dengan atasan dan pejabat pemerintah. Oleh karena posisi yang begitu penting itu maka kepala desa tetap berada di bawah pengaruh dan pengawasan para pamong praja.
Pelaksanaan Tanam Paksa,  tidak sesuai dengan peraturan yang tertulis. Hal ini telah mendorong terjadinya tindak korupsi dari para pegawai dan pejabat yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa. Tanam Paksa telah membawa penderitaan rakyat. Banyak pekerja yang jatuh sakit. Mereka dipaksa fokus bekerja untuk Tanam Paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan kemudian timbul bahaya kelaparan dan kematian di berbagai daerah. Misalnya di Cirebon (1843 – 1844), di Demak (tahun 1849) dan Grobogan pada tahun 1850. Sementara itu dengan pelaksanaan Tanam Paksa ini Belanda telah mengeruk keuntungan dan kekayaan dari tanah Hindia. Dari tahun 1831 hingga tahun
1877 perbendaharaan kerajaan Belanda telah mencapai 832 juta gulden, utang-utang lama VOC dapat dilunasi, kubu-kubu dan benteng pertahanan dibangun. Belanda menikmati keuntungan di atas penderitaan sesama manusia. Memang harus diakui beberapa manfaat adanya Tanam Paksa, misalnya, dikenalkannya beberapa jenis tanaman baru yang menjadi tanaman ekspor, dibangunnya berbagai saluran irigasi, dan juga dibangunnya jaringan rel kereta api. Beberapa hal ini sangat berarti dalam kehidupan masyarakat kelak.
c. Sistem usaha swasta
Pelaksanaan Tanam Paksa memang telah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda. Kemakmuran juga semakin meningkat. Bahkan keuntungan dari Tanam Paksa telah mendorong Belanda berkembang sebagai negara industri. Sejalan dengan hal ini telah mendorong pula tampilnya kaum liberal yang didukung oleh para pengusaha. Oleh karena itu, mulai muncul perdebatan tentang pelaksanaan Tanam Paksa. Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik buruk dan untung ruginya Tanam Paksa. Timbullah pro dan kontra mengenai pelaksanaan Tanam Paksa. Pihak yang pro dan setuju Tanam Paksa tetap dilaksanakan adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah. Mereka setuju karena Tanam Paksa telah mendatangkan banyak keuntungan. Begitu juga para pemegang saham perusahaan NHM (Nederlansche Handel Matschappij), yang mendukung pelaksanaan Tanam Paksa karena mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil-hasil Tanam Paksa dari Hindia Belanda ke Eropa. Sementara, pihak yang menentang pelaksanaan Tanam Paksa adalah kelompok masyarakat yang merasa kasihan terhadap penderitaan rakyat pribumi. Mereka umumnya kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan penganut
asas liberalisme. Kaum liberal menghendaki tidak adanya campur tangan
pemerintah dalam urusan ekonomi. Kegiatan ekonomi sebaiknya diserahkan
kepada pihak swasta.
Nederlansche Handel Matschappij: perusahaan dagang yang didirikan oleh Raja William I di Den Haag pada 9 Maret 1824 sebagai promosi antara lain bidang perdagangan dan perusahaan pengiriman, dan memegang peran penting dalam mengembangkan perdagangan Belanda-Indonesia.
Pandangan dan ajaran kaum liberal itu semakin berkembang dan pengaruhnya semakin kuat. Oleh karena itu, tahun 1850 Pemerintah mulai bimbang. Apalagi setelah kaum liberal mendapatkan kemenangan politik di Parlemen (Staten Generaal). Parlemen memiliki peranan lebih besar dalam urusan tanah jajahan. Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan dan pembaruan. Peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaliknya perlu diberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengelola kegiatan ekonomi. Pemerintah berperan sebagai pelindung warga, mengatur tegaknya hukum, dan membangun sarana prasarana agar semua aktivitas masyarakat berjalan lancar.
Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrak-kontrak Gula) tulisan Frans van de Pute. Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan Tanam Paksa.
Penolakan terhadap Tanam Paksa sudah menjadi pendapat umum. Oleh karena itu, secara berangsur-angsur Tanam Paksa mulai dihapus dan mulai diterapkan sistem politik ekonomi liberal. Hal ini juga didorong oleh isi kesepakatan di dalam Traktat Sumatera yang ditandatangani tahun 1871. Di dalam Traktat Sumatera itu antara lain dijelaskan bahwa Belanda diberi kebebasan untuk meluaskan daerahnya sampai ke Aceh. Tetapi sebagai imbangannya Inggris meminta kepada Belanda agar menerapkan ekonomi liberal agar pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia. Penetapan pelaksanan sistem politik ekonomi liberal memberikan peluang pihak swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian di tanah jajahan.
Seiring dengan upaya pembaruan dalam menangani perekonomian di negeri jajahan, Belanda telah mengeluarkan berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
1. Tahun 1864 dikeluarkan Undang-undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet). Berdasarkan Undang-undang ini setiap anggaran belanja Hindia Belanda harus diketahui dan disahkan oleh Parlemen.
2. Undang-undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini antara lain mengatur tentang monopoli tanaman tebu oleh pemerintah yang kemudian secara bertahap akan diserahkan kepada pihak swasta.
3. Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870. Undang-Undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dalam undang-undang itu ditegaskan, antara lain :
a. Tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian. Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang dan sebagainya. Kedua, tanahtanah hutan, pegunungan dan lainnya yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi dinyatakan sebagai tanah pemerintah.
b. Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah.
c. Pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama lima tahun, ada juga yang disewa sampai 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini harus didaftarkan kepada pemerintah. Sejak dikeluarkan UU Agraria itu, pihak swasta semakin banyak memasuki tanah jajahan di Hindia Belanda. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Oleh karena itu, mulailah era imperialisme
modern. Berkembanglah kapitalisme di Hindia Belanda.
Tanah jajahan berfungsi sebagai:
(1) tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa, dan tempat penanaman modal asing,
(2) tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa,
(3) penyedia tenaga kerja yang murah.
Usaha perkebunan di Hindia Belanda semakin berkembang. Beberapa jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan misalnya tebu, tembakau, kopi, teh, kina, kelapa sawit, dan karet. Hasil barang tambang juga meningkat. Industri ekspor terus berkembang pesat seiring dengan permintaan dari pasaran dunia yang semakin meningkat.
Untuk mendukung pengembangan sektor ekonomi, diperlukan sarana dan prasarana, misalnya irigasi, jalan raya, jembatan-jembatan, dan jalan kereta api. Hal ini semua dimaksudkan untuk membantu kelancaran pengangkutan hasil-hasil perusahaan perkebunan dari daerah pedalaman ke daerah pantai atau pelabuhan yang akan diteruskan ke dunia luar. Pada tahun 1873 dibangun serangkaian jalan kereta api. Jalan-jalan kereta api yang pertama dibangun adalah antara Semarang dan Yogyakarta, kemudian antara Batavia dan Bogor, dan antara Surabaya dan Malang. Pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Sumatera pada akhir abad ke-19. Tahun 1883 Maskapai Tembakau Deli telah memprakarsai pembangunan jalan kereta api. Pembangunan jalan kereta api ini direncanakan untuk daerahdaerah yang telah dikuasai dan yang akan dikuasai, misalnya Aceh. Oleh karena itu, pembangunan jalan kereta api di Sumatra ini, juga berdasarkan pertimbangan politik dan militer. Jalur kereta api juga dibangun untuk kepentingan pertambangan, seperti di daerah pertambangan batu bara di
Sumatra Barat.
Di samping angkutan darat, angkutan laut juga mengalami peningkatan. Tahun 1872 dibangun Pelabuhan Tanjung Priok di Batavia, Pelabuhan Belawan di Sumatra Timur, dan Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur) di Padang. Jalur laut ini semakin ramai dan efisien terutama setelah adanya pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869.
Bagi rakyat Bumiputera pelaksanaan usaha swasta tetap membawa penderitaan. Pertanian rakyat semakin merosot. Pelaksanaan kerja paksa masih terus dilakukan seperti pembangunan jalan raya, jembatan, jalan kereta api, saluran irigasi, benteng-benteng dan sebagainya. Di samping melakukan kerja paksa, rakyat masih harus membayar pajak, sementara hasil-hasil pertanian rakyat banyak yang menurun. Kerajinan-kerajinan rakyat mengalami kemunduran karena terdesak oleh alat-alat yang lebih maju. Alat transportasi tradisional, seperti dokar, gerobak juga semakin terpinggirkan. Dengan demikian rakyat tetap hidup menderita.
d. Perkembangan Agama Kristen.
Perkembangan agama Kristen di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Seperti halnya agama Hindu, Buddha dan Islam, penyebaran agama Kristen juga melalui aktivitas pelayaran dan perdagangan. Aktivitas pelayaran dan perdagangan waktu itu sudah menjangkau ke seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Dalam kenyataannya agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan berkembang di berbagai daerah. Bahkan di daerah Indonesia bagian Timur seperti di Papua, daerah Minahasa, Timor, Nusa Tenggara Timur, juga daerah Tapanuli di Sumatera, agama Kristen menjadi mayoritas.
Kemudian bagaimana proses masuknya agama Kristen itu ke Indonesia?. Mengenai proses masuknya agama Kristen ke Indonesia ini dapat dikatakan dalam dua gelombang atau dua kurun waktu. Pertama dikatakan bahwa agama Kristen masuk di Indonesia sudah sejak zaman kuno. Menurut Cosmas Indicopleustes dalam bukunya Topographica Christiana, diceritakan bahwa pada abad ke-6 sudah ada komunitas Kristiani di India Selatan, di pantai Malabar, dan Sri Lanka. Dari Malabar itu agama Kristen menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 650 agama Kristen sudah mulai berkembang di Kedah (Semenanjung Malaya) dan sekitarnya. Pada abad ke-9 Kedah berkembang menjadi pelabuhan dagang yang sangat ramai di jalur pelayaran yang menghubungkan India-Aceh-Barus- Nias-melalui Selat Sunda-Laut Jawa dan terus ke Cina. Jalur inilah yang disebut sebagai jalur penyebaran agama Kristen dari India ke Nusantara. Diberitakan bahwa agama Kristen kemudian mulai tumbuh di Barus (Fansur). Di daerah ini terdapat gereja yang dikenal dengan Gereja Bunda Perawan Murni Maria. Disebutkan juga bahwa di Lobu Tua dekat Kota Barus terdapat desa tua yang dinamakan “Desa Janji Mariah”. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa agama Kristen (Katolik dan Protestan) masuk dengan cara damai melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan. Agama ini tumbuh di daerah-daerah pantai di Semenanjung
Malaya dan juga pantai barat di Sumatera. Penganut agama Kristen hidup di kota-kota pelabuhan sambil beraktivitas sebagai pedagang. Mereka kemudian juga membangun pemukiman di daerah itu. Periode berikutnya, penyebaran agama Kristen menjadi lebih intensif seiring dengan datangnya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke-16. Kedatangan bangsa-bangsa Barat itu semakin memantapkan dan mempercepat penyebaran agama Kristen di Indonesia. Orang-orang Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik (selanjutnya disebut Katolik). Orangorang Belanda membawa agama Kristen Protestan (selanjutnya disebut Kristen). Telah diterangkan dalam uraian sebelumnya bahwa pada abad ke-16 telah terjadi penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru. Oleh karena itu, periode ini sering disebut The Age of Discovery. Kegiatan penjelajahan samudra untuk menemukan dunia baru itu dipelopori oleh orang-orang Portugis dan Spanyol dengan semboyannya; gold, glory, dan gospel. Dengan motivasi dan semboyan itu maka penyebaran agama Katolik yang dibawa oleh Portugis tidak dapat terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik. Setelah menguasai Malaka tahun 1511 Portugis kemudian meluaskan eksploitasi ke Kepulauan Maluku dengan maksud memburu rempah-rempah.
Pada tahun 1512 pertama kali kapal Portugis mendarat di Hitu (di Pulau,Ambon) Kepulauan Maluku. Pada waktu itu perdagangan di Kepulauan Igis ramai. Melalui kegiatan peradagangan ini pula Islam sudah berkembang di Maluku. Kemudian datang Portugis untuk menyebarkan agama Katholik. Berkembanglah agama Katolik di beberapa daerah di Kepulauan Maluku. Para penyiar agama Katolik diawali oleh para pastor (dalam bahasa Portugis, padre yang berarti imam). Pastor yang terkenal waktu itu adalah Pastor Fransiscus Xaverius SJ dari ordo Yesuit. Ia aktif mengunjungi desa-desa di sepanjang Pantai Leitimor, Kepulauan Lease, Pulau Ternate, Halmahera Utara dan Kepulauan Morotai. Usaha penyebaran agama Katolik ini kemudian dilanjutkan oleh pastor-pastor yang lain. Kemudian di Nusa Tenggara Timur seperti Flores, Solor, dan Timor agama Katolik berkembang tidak terputus sampai sekarang. Berikutnya juga berkembang agama Kristen di Kepulauan Maluku terutama setelah VOC menguasai Ambon. Pada waktu itu para zendeling aktif menyebarkan agama baru ini dengan semangat piesme, yaitu menekankan pertobatan orang-orang Kristen. Penyebaran agama Kristen ini juga semakin intensif saat Raffles berkuasa. Agama Katolik dan Kristen berkembang pesat di Indonesia bagian timur.
Agama Katholik juga berkembang di Minahasa setelah Portugis singgah di tempat itu pada abad ke-16. Penyebaran agama Katholik di daerah Minahasa dipimpin oleh pastor Diogo de Magelhaens dan Pedro de Mascarenhas. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1563, yang dapat dikatakan sebagai tahun masuknya agama Katolik di Sulawesi Utara. Tercatat pada ekspedisi itu sejumlah rakyat dan raja menyatakan masuk agama Katolik dan dibabtis. Misalnya Raja Babontehu bersama 1.500 rakyatnya telah dibabtis oleh Magelhaens. Agama Kristen juga masuk dan berkembang di tanah Minahasa. Agama Katolik dan Kristen berkembang di daerah-daerah Papua, wilayah Timur Kepulauan Indonesia pada umumnya, Sulawesi Utara dan tanah Batak di Sumatera. Singkatnya agama Katholik dan Kristen dapat berkembang di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Batavia dan Jawa pada umumnya. Bahkan di Jawa ada sebutan Kristen Jawa.

"Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia"

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Kategori